Diskusi Alih Kreasi “Jayaprana-Layonsari” 

 

 

: 26 Mar 2024

Sonorabali.com – Bentara Budaya Bali kembali menyelenggarakan Diskusi Alih Kreasi yang kali ini akan membincangkan Film Jayaprana-Layonsari besutan dua sutradara Bali Utara.

Kegiatan ini akan berlangsung pada Minggu, 24 Maret 2024 di Gramedia Teuku Umar | Jalan Teuku Umar No. 19A, Denpasar.

Jayaprana-Layonsari merupakan legenda klasik asal Buleleng, Bali yang mengisahkan percintaan Jayaprana dan Layonsari yang terpisahkan oleh intrik Patih Saunggaling. Hikayat Jayaprana-Layonsari yang melegenda sering diidentikkan sebagai kisah Romeo-Juliet dari Bali. Bertemunya tirani kekuasaan dengan ego cinta manusia menjadikan kisah asmara ini penuh tragedi.

Tampil sebagai narasumber yakni Putu Satria Kusuma dan Putu Kusuma Wijaya, dua sutradara Bali Utara yang telah menghasilkan film-film layar lebar serta berhasil meraih berbagai penghargaan nasional. Salah satu penghargaan yang berhasil diraih oleh Putu Satria Kusuma adalah Penghargaan dari Menteri Budaya dan Pariwisata Indonesia atas Skenario Film ‘Romantika Mesin Cuci’ pada Tahun 2005. Disisi lain, salah satu Film garapan Putu Kusuma Wijaya berjudul On Mother’s Head berhasil diputar di Taiwan Documentary Film Festival.

Bersama Putu Satria Kusuma dan Putu Kusuma Wijaya, Diskusi Alih Kreasi “Jayaprana-Layonsari” bukan saja akan memaparkan secara mendalam terkait dengan kolaborasi layar lebar, namun juga proses kreatif alih kreasi sebuah naskah drama menjadi karya sinematik. Akan diulas bagaimana kedua sutradara mengadopsi legenda klasik Jayaprana-Layonsari menjadi film, tetapi tetap mempertahankan esensi tradisi serta nilai-nilai budaya yang mendalam.

Selain itu akan diulas pula kesulitan macam apakah yang dihadapi sutradara dan penulis naskah dalam proses adaptasi dan alih kreasi tersebut serta keunggulan tersendiri pada medium film guna menghadirkan pengalaman naratif dan visual bagi penonton.

Proses produksi dan penyempurnaan film Jayaprana-Layonsari terbilang panjang. Diproduseri oleh Panitia Film Bali bersama dua sutradara berpengalaman, Film Jayaprana-Layonsari berangkat dari naskah dan drama panggung yang telah dieksplorasi oleh Putu Satria Kusuma sejak tahun 2001. Versi drama tersebut sempat dipentaskan di Pesta Kesenian Bali dan di Gedung Kesenian Jakarta bersama bersama Teater Kampung Seni Banyuning pimpinan Nengah Wijaya.

Film Jayaprana-Layonsari menjalani proses syuting selama kurang lebih 20 Hari. Akan tetapi konsep Film Jayaprana-Layonsari sudah dilakukan sejak kurang lebih 5 tahun lalu. Proses produksi yang dapat dikatakan tidak sebentar ini akhirnya berhasil dirampungkan serta rilis ke layar lebar, tayang mulai 28 Maret di Cinema XXI.

Keberhasilan produksi Film Jayaprana-Layonsari ini tidak lepas dari kerja sama para aktor. Film Jayaprana-Layonsari menampilkan para pemeran yang merupakan artis lokal yang berdialog dalam Bahasa Bali dengan dialek khas Buleleng. Film ini mengangkat konsep klasik kehidupan masyarakat Bali pada masa lampau sambil menampilkan berbagai karya seniman Bali dalam beberapa adegan.

Putu Satria Kusuma sendiri lahir di Singaraja, ia aktif menekuni bidang film, penyutradaraan, teater, dan penulisan skenario melalui workshop dan belajar mandiri. Hasil karyanya mengantarkannya mendapat beberapa penghargaan, di antaranya Pemenang Ketiga Penulisan Naskah Drama Dewan Kesenian Jakarta (1998), meraih hibah Yayasan Kelola (2007), Penghargaan dari Menbudpar RI atas Skenario Film ‘Romantika Mesin Cuci’ (2005).

Selain itu, ia pernah bekerja sama dengan Bentara Budaya di tahun 2016 dengan mendialogkan buku kumpulan naskah drama karya Putu Satria Kusuma berjudul “Cupak Tanah”. Buku ini meraih penghargaan Widya Pataka 2015 dari Pemprov Bali merangkum 8 naskah drama.

Selanjutnya Putu Kusuma Wijaya merupakan lulusan akademi Film Amsterdam Belanda tahun 1994. Sepak terjangnya dalam industri film ia pernah terlibat dalam berbagai produksi film, antara lain dalam film layar lebar “Under The Tree” sebagai asisten sutradara. Sebelumnya, Kusuma Widjaja terlibat dalam berbagai produksi serial televisi antara lain “Lupus”, “Dua Dunia”, “Tirai Sutra”, “Disaksikan Bulan” dan “Fantasi”. Beberapa film dokumenternya berhasil diputar di IDFA Amsterdam (The North Wind), Rotterdam Film Festival, Shanghai Film Festival dan Taiwan Documentary Film Festival (On Mother’s Head).

 

Penulis : Redaksi Sonora Bali 

Kritik dan Saran

    Copyright © 2018 All Right Reserved