: 24 Sep 2021
Sonorabali.com – Rumah sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar selain sebagai Rumah Sakit Umum Pusat rujukan, RSUP Sanglah juga menjadi Rumah Sakit yang dapat menampung jenazah telantar.Jenazah telantar yang dimaksud adalah jenazah yang tidak memiliki identitas jelas atau keluarganya yang tidak ditemukan keberadaannya.
Sebanyak 25 Jenazah terlantar dikremasi yang sudah ada sejak Tahun 2019. Dan kegiatan kremasi jenazah telantar ini dilangsungkan di Krematorium Mumbul, Nusa Dua, Badung, Bali.
Kasubag Humas RSUP Sanglah, Dewa Ketut Kresna mengatakan bahwa tujuan kremasi massal ini untuk meningkatkan daya tampung kamar jenazah RSUP Sanglah Denpasar.
“Tujuannya untuk meningkatkan daya tampung kamar jenazah. Sesuai dengan edaran PHDI. Jenazah terlantar ini berasal dari penitipan oleh kepolisian, Dinas Sosial, jenazah yang memang diserahkan keluarga seperti potongan tubuh atau orok. Jenazah tertua adalah yang tersimpan sejak februari 2019,”terangnya, Kamis (23/9/2021).
Lebih lanjut, Dewa Kresna menyampaikan bahwa upacara kremasi jenazah terlantar ini dilakukan selama dua hari dengan total jenazah terlantar yang dikremasi untuk tahun ini sebanyak 25 jenazah.
“Tahun ini lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Banyak terbantu dengan adanya komunitas-komunitas yang ada di Bali. Jenazahnya tidak semua tanpa identitas, tapi pihak keluarga sudah menyerahkan,”ujarnya.
Selain itu, Dewa Kresna juga mengungkapkan karena ada jenazah yang terlantar sejak 2019, biaya perawatan dari masih status menjadi pasien hingga meninggal yakni sebesar Rp 2,6 Miliar. Biaya tersebut sudah termasuk biaya penyimpanan dan perawatan jenazah dari 25 jenazah telantar tersebut.
Sementara untuk biaya kremasi jenazah ditanggung oleh Dinsos Provinsi Bali.
Pihaknya juga menjelaskan, 25 jenazah telantar tersebut terdiri dari orok yang berjumlah 6 jenazah, Mr. X 13 jenazah, dan dengan nama 6 jenazah hingga total yang didapat 25 jenazah.
Sementara itu, I Putu Gede Sukerta selaku Pemangku yang melakukan prosesi upacara kremasi ini mengatakan ini merupakan upacara kremasi atau yang biasa disebut dengan Mekingsan.
“Kalau secara Bali ini adalah upacara Mekingsan di geni atau mekingsan sampai di toya (di air). Sarana upakaranya sama dengan upacara tingkat pengabenan di Bali tapi sederhana. Dari nyiramang (siram), pemandian mayat, dilanjutkan nyiramang dengan tirta pembersihan dan peringkesan. Setelah upacara ngeringkes lanjut upacara ngaturang saji, untuk mereka yang meninggal tanpa keluarga ini diberikan sodan putih kuning, dan nasi agem bubuh pirata. Sehabis itu lanjut kita lakukan ke pembakaran atau kremasi sebelum dikremasi dipercikan tirta kembali,” ungkap, Jero Sukerta.
Jero Sukerta juga mengatakan bahwa ini merupakan prosesi upacara kremasi yang sangat sederhana tingkat upacaranya.”Dan bagi yang ingin melakukan prosesi ngaben dipersilahkan para keluarga untuk ngulapin atau mencari roh yang kita upacarai sekarang di tempat nganyut (hanyut) atau di Laut,” tutupnya.
Penulis : I Gede Mariana.