SONORABALI.com – Pengembangan strategis industri sawit dan produk turunannya ke depan harus berdampak pada pembangunan ekonomi berkelanjutan, pembangunan lingkungan berkelanjutan dan pembangunan sosial berkelanjutan, yakni tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Joko Supriyono, mengungkapkan pertemuan IPOC 2018 sengaja mengangkat tema Indonesia Palm Oil Development : Contribution to Development Goals (SDGs) untuk menunjukkan adanya komitmen yang besar dari industri kepala sawit untuk mengembangkan pembangunan berkelanjutan seperti harapan global.
“Bahkan, dalam kaitan dengan kelangsungan lingkungan hidup, nantinya setiap industri kelapa sawit harus berorientasi pada pengembangan industri rendah emisi,” kata Joko di sela-sela konferensi internasional 14th Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) & 2019 Outlook di Nusa Dua, Badung, Kamis (1/11).
Konferensi itu dibuka oleh Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution, dan menghadirkan para pembicara antara lain Menteri Perdagangan (Mendag) Eggartiasto Lukita dan Kepala Bappenas/Menteri PPN Bambang Brodjonegoro pada hari pertama kemarin.
Joko mengungkapkan, sejumlah persoalan global masih membayangi industri sawit pada tahun ini, diantaranya akibat perang dagang Amerika Serikat dengan China, hambatan tarif perdagangan serta kampanye hitam.
Namun demikian, tantangan ekonomi global tersebut tidak terlalu berdampak signifikan terhadap aktivitas ekonomi industri kelapa sawit. Hingga tahun 2018 ini, iklim bisnis industri kelapa sawit di Indonesia masih positif.
Berdasarkan komparasi tahun 2017-hingga bulan oktober 2018 ini, aktivitas ekspor kelapa sawit Indonesia meningkat hingga 4% dengan income mencapai 2,1 juta dolar AS. Bahkan, di akhir tahun 2018 aktivitas ekspor tersebut ditargetkan mampu meningkat hingga mencapai 7% dengan income mencapai 2,9 juta dolar AS.
Sementara itu, ketika membuka konferensi, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, minyak kelapa sawit merupakan industri yang strategis tidak hanya dalam mencapai tujuan pembangunan di Indonesia tapi juga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang digagas PBB.
“Kelapa sawit itu benar-benar buat Indonesia, tanaman yang paling strategis. Ekspornya nomor satu, petaninya 17 juta dan tanpa kita sadari, setelah pemberlakuan pungutan (ekspor) BPDP KS(Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) ternyata lahir makin banyak industri hilirnya,” ujar Darmin seperti dikutip bali.antaranews.com.
Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah mengarahkan pengembangan industri minyak sawit sesuai dengan prinsip keberlanjutan, dengan mengeluarkan sejumlah aturan untuk memenuhi prinsip tersebut di samping untuk memperkuat daya saing komoditas itu.
Ia menyebutkan, dua arah kebijakan pemerintah itu terkait mengendalikan pasokan dan permintaan, seperti mandatori ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dan pungutan ekspor, serta penggunaan wajib biodiesel 20 (B20).
“Kewajiban kami untuk mengelola sektor (minyak kelapa sawit) ini dengan hati-hati dan bertanggung jawab untuk generasi mendatang,” ujar Darmin.
Oleh karena itu, ia mengakui pemerintah agak hati-hati untuk memenuhi permintaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) terkait penurunan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.
“Kami harus kaji itu (penurunan pungutan ekspor) secara mendalam,” kata Darmin.
Ia mengingatkan bahwa sebagai produsen CPO dan eksportir terbesar bisa menjadi price centre atau penentu harga, khususnya minyak sawit.
“Apapun yang kita kerjakan, bergerak dunia (harga minyak nabati) ini,” kata Darmin.
Pada pemaparannya, Darmin mengungkapkan produksi CPO memberi kontribusi GDP sebesar 2,46 persen. Tahun 2017, kata dia, CPO dan turunannya menyumbang ekspor nonmigas terbesar mencapai Rp 307 triliun naik 25,73 persen dibanding 2016. Tujuan ekspor terbesar adalah China (Rp 69,52 triliun), Uni Eropa (Rp 51,57 triliun) dan India (Rp 37,12 triliun).
Sedangkan, Kepala Bappenas/Menteri PPN Bambang Brodjonegoro mengungkapkan tentang pentingnya industri CPO dan produk turunannya untuk membantu Indonesia mencapai SDGs 2020.
Oleh karena itu, ia mengharapkan suatu saat ada produk minyak sawit Indonesia di pasar Eropa yang dijajakan dengan label sustainable product, karena telah menerapkan prinsip industri berkelanjutan.(sunarko)
Sumber : Tribun Bali