: 23 Aug 2022
Sonorabali.com – Pada akhir tahun 2019, penulis (Musthafa Abd Rahman) diminta oleh pimpinan Kompas untuk mengisi secara rutin rubrik tentang isu Timur Tengah di Kompas.id, yakni sebuah media digital berbayar Kompas yang didirikan pada 2 Februari 2017. Kompas.id yang dirilis untuk menghadapi era digital dan saat itu baru berusia kurang dari tiga tahun, memang sangat membutuhkan berita dan artikel dengan konten yang berkualitas dan diampu oleh pakarnya di bidang masing-masing untuk menghadapi persaingan dalam blantika media digital.
Sebagai wartawan Kompas yang menangani isu Timur Tengah selama hampir 30 tahun, saat itu penulis mendapat jatah menulis isu Timur Tengah setiap hari Jumat di Kompas.id. Tantangan yang ada di benak penulis adalah harus bisa mempersembahkan tulisan dengan isu yang out of the box pada setiap hari Jumat di Kompas.id dan berbeda dari isu yang ada di harian
Kompas. Maka, isu keterpurukan bangsa Arab menjadi isu pilihan penulis untuk dipersembahkan secara rutin pada setiap hari Jumat di Kompas.id.
Pertimbangan penulis saat itu adalah isu keterpurukan bangsa Arab dan umat Islam sesungguhnya merupakan isu yang senantiasa menjadi sorotan dan diperbincangkan tiada habisnya oleh para cendekiawan Arab dan Muslim sejak awal abad ke-19 M sampai hari ini. Di Indonesia pun, isu keterpurukan bangsa Arab dan umat Islam juga terus diperbincangkan dan menjadi bahan diskusi kaum cerdik pandai. Di dunia Arab dan Islam, isu keterpurukan bangsa Arab dan umat Islam tidak kalah populer dengan isu Palestina yang sama-sama tidak pernah selesai diperbincangkan.
Isu keterpurukan bangsa Arab kemudian semakin hangat dan menemukan momentum pasca-meletusnya musim semi Arab di Tunisia, Libya, Mesir, Suriah, dan Yaman pada tahun 2011. Musim semi Arab itu lalu berlanjut di Aljazair, Sudan, Lebanon, dan Irak pada tahun 2019. Dampak musim semi Arab tersebut sangat luar biasa yang meletuskan perang saudara di Suriah, Yaman, dan Libya, serta krisis politik di Mesir, Tunisia, Sudan, Lebanon, Irak, dan Aljazair. Perang saudara dan krisis politik itu belum berakhir sampai saat ini di negara-negara Arab tersebut. Itulah yang membuat para cendekiawan Arab tidak pernah berhenti menulis artikel di berbagai media massa dan menggelar kajian tentang isu keterpurukan bangsa Arab. Mereka menyebut perang saudara dan krisis politik akut di negara-negara Arab tersebut merupakan refleksi dari keterpurukan bangsa Arab terburuk dalam sejarah modern bangsa Arab. Itu pula yang menginspirasi penulis untuk turut menulis tentang isu keterpurukan bangsa Arab dari berbagai aspeknya di rubrik isu Timur Tengah di Kompas.id. Maka, turunlah tulisan pertama pada edisi 15 November 2019 di Kompas.id dengan judul “Meratapi Kemunduran Bangsa Arab”.
Pasca-tulisan pertama tersebut, lalu disusul berbagai tulisan tentang isu ketertinggalan dunia Arab dari berbagai perspektif dalam rentang waktu lebih dari dua tahun, yakni sejak 15 November 2019 sampai awal tahun 2022. Berbagai tulisan yang berserakan tersebut, penulis coba rangkum agar menjadi sebuah buku tentang isu keterpurukan bangsa Arab. Hal itu bertujuan untuk dipersembahkan kepada para pembaca yang tidak sempat membaca secara rutin atau tidak sempat berlangganan Kompas.id dalam upaya memberi atau menyampaikan informasi dan pemahaman yang komprehensif tentang isu keterpurukan bangsa Arab itu.
Dengan demikian, buku dengan judul Mengapa Bangsa Arab Terpuruk ini lebih merupakan buku bunga rampai dari hasil kumpulan tulisan analisis dan feature penulis dari akhir tahun 2019 sampai awal 2022 tentang isu kemunduran bangsa Arab. Kegiatan bincang buku yang diselenggarakan pada:
Hari/tanggal : Kamis, 25 Agustus 2022
Waktu : Pukul 14.00-16.00 WIB
Tempat : Daring via Zoom
Webinar ini, bertujuan untuk membedah lebih dalam isu-isu mengenai keterpurukan bangsa Arab sebagaimana dituliskan oleh penulis di dalam buku yang baru saja diterbitkan ini. Untuk itu, beberapa pembicara diundang untuk memberikan komentar dan tanggapan terkait buku ini, antara lain:
1. Prof. Azyumardi Azra (Guru Besar Sejarah UIN, Jakarta)
2. Prof. Dr. Ali Munhanif (Guru Besar Ilmu Politik UIN, Jakarta)
3. Dr. Muhammad Najib (Dubes RI untuk Spantol dan UNWTO)
4. Trias Kuncahyono (Wartawan Senior)
Penulis : Redaksi Sonora Bali