Pameran berlangsung : 26 Agustus-2 September 2024, pukul 10.00-17.00 WITA
: 26 Aug 2024
Sonorabali.com – Bentara Budaya Bali kali ini bekerja sama dengan Perkumpulan Pelukis Baturulangun Batuan mempersembahkan sebuah pameran seni rupa oleh seniman anak dan remaja (rare) yang menekuni seni lukis gaya Batuan. Sebanyak 40 karya lukisan hitam putih dihadirkan selaras semangat memaknai Bulan Kebangsaan yang jatuh pada bulan Agustus sekaligus merayakan kebersamaan dan kreativitas lintas generasi.
Pameran yang didukung pula Taman Budaya Provinsi Bali ini akan dibuka secara resmi pada Minggu, 25 Agustus 2024, pukul 17.00 WITA oleh juga Rektor Institut Seni (ISI) Denpasar, Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana. Kun Adnyana, perupa yang juga akademisi ini, memang telah lama melakukan kajian mendalam tentang seni rupa di Batuan, termasuk turut serta dalam proses pengajuan seni lukis gaya Batuan sebagai Warisan Budaya tak Benda (WBtB) nasional.
Tajuk pameran Kawitan Masa Depan sengaja dipilih, bukan saja sebagai cerminan keberlanjutan kreativitas, tetapi juga pengharapan bahwa anak-anak dari Batuan ini senantiasa menjunjung keluhuran Kawitan mereka, berikut warisan karya yang adiluhung dari para pendahulu. Kawitan berasal dari kata sanskerta Wit, yang berarti mula asal atau leluhur, merujuk titi waktu atau sesuatu yang lampau. Sedangkan Masa Depan seketika memberikan gambaran tentang pengharapan akan esok atau mendatang yang lebih cemerlang.
Dengan kata lain, ekshibisi yang menampilkan karya generasi terkini Perkumpulan Pelukis Baturulangun Batuan, membuktikan terjaganya elan kreatif masyarakat Desa Batuan sedini diwariskan para leluhur lebih dari satu melenium itu. Daya kreatif yang mengundang kekaguman lintas bangsa ini mengemuka seturut suratan prasasti berangka tahun 944 Caka (1022 M), yang menorehkan sabda Raja Marakata dari Wangsa Warmadewa.
Adapun padanan kata Rare dalam pengertian Bahasa Indonesia adalah Anak; membawa asosiasi kita pada kepolosan dan keluguan, serta sebuah dunia murni yang penuh dengan keriangan. Rare juga mengingatkan kita pada mitologi yang mewarnai kehidupan sosial kultural masyarakat Bali hingga kini, yakni Rare Angon, harfiah maknawinya adalah anak gembala, dipercaya merupakan manifestasi Dewa Siwa. Berbagai lontar dengan varian kisahan Rare Angon ini, masing-masing mengedepankan ajaran filsafat (tattwa) itihasa lokal Bali berikut tata titi turunannya yang dapat menjadi pedoman perilaku keseharian.
Menurut kurator pameran, Warih Wisatsana, karya-karya para seniman cilik ini menghadirkan berbagai ekspresi kebersamaan, keragaman imajinasi, juga interpretasi tentang nilai-nilai kepahlawanan, sosok panutan atau sumber inspirasi. Ini tertaut pula pameran besar tiga generasi perupa Batuan bertajuk “A Tribute to I Nyoman Ngendon” yang akan diselenggarakan pada 3-22 September 2024 di Museum ARMA, Ubud.
Melalui karya-karya pameran hitam putih para rare ini, segera mengemuka semangat untuk melacak jejak estetik-stilistik warisan pendahulu. Walau tidak sepenuhnya merunut teknik seni lukis Batuan secara ketat, para pelukis kanak kali ini, berdasarkan tampilan karya juga pengakuan mereka, telah berusaha memenuhi tahapan penciptaan, mulai dari ngorten (membuat sketsa dengan pensil), lalu nyawi (menegaskan garis dengan tinta cina), selanjutnya ngucak (memberi efek jauh-dekat dan terang gelap), menyunin (memberi kesan berisi), serta secara tekun memberi ornamen pilihan yang mempribadi sejalan luapan imajinasi masing-masing.
Pameran Kawitan Masa Depan, hakikatnya dapat dibaca dan diapresiasi sebagai perayaan kebersamaan lintas generasi; di mana sejarah dan warisan nilai leluhur tidak berhenti sebagai artefak atau arsip ingatan, melainkan diwujudkan dalam luapan energi penciptaan; bukan hanya Ada tapi juga Mengada—hadir terjaga senantiasa. Masa lalu dan pengharapan masa depan “bereinkarnasi” menjadi sesuatu (karya) yang menyekarang.
Batuan dan Bentara
Bukan kali ini saja Bentara Budaya menggelar Batuan dalam peristiwa seni pilihan. Sekitar lima tahun lalu, tepatnya 8-18 September 2019 di Bentara Budaya Bali dipresentasikan Ibu Rupa Batuan. Mengedepankan karya-karya terpilih seniman-seniman Batuan lintas generasi, mulai dari lukisan karya kawan-kawan Baturulangun, juga hasil cipta tiga dimensi berupa topeng kelompok Citrakara. Secara khusus diisertakan karya seniman sepuh, salah seorang perintis pembaruan seni rupa Batuan pada zamannya, Ida Bagus Made Widja (1912-1992), serta digenapi petikan pertunjukan Gambuh, dramatari yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda tahun 2015.
Tidak sedikit koleksi lukisan Bentara Budaya yang berasal dari Bali, terkhusus Batuan. Terangkum dalam buku Perjalanan Seni Lukis Indonesia Koleksi Bentara Budaya (2004). GM Sudarta, dalam buku tersebut, bahkan mengungkapkan bahwa founding father Kompas Gramedia, Jakob Oetama dan PK. Ojong, begitu mengapresiasi lukisan Bali. Sedini awal tahun 1970-an, mereka berulang datang ke pulau Dewata semata hendak menemukan karya-karya otentik para pelukis tradisional Bali yang kualitas karyanya mendapat apresiasi nasional dan internasional. Mereka pun tak segan menelusuri kediaman para pelukis senior Bali di desa Padang Tegal, Ubud, Pengosekan, Batuan, Kamasan, dan hingga ke rumah para maestro, termasuk Ida Bagus Made dan pematung Nyoman Cokot.
Seniman Pameran:
Cokorda Istri Putri Kartika, Dewa Ayu Agung Dwika Nindita, Dewa Ayu Cathaya Kertya Sari, I Gede Winanya Praba Swara, I Kadek Agus Adi Pratama, I Komang Ari Guna Artha, I Made Devpa Widana, I Made Dio Kusumawijaya, I Made Dwi Bakti Artana, I Made Dwi Fandika, I Made Suryanta, I Putu Arya Maha Putra Suamba, I Putu Krisna Nanda Permana, I Wayan Raditya Putra, Ida Ayu Kirna Cicilia Putri, Ida Bagus Surya Pramana Putra, Kadek Agus Arya Putra, Kadek Alpin Dwipayana, Kadek Ayu Ginantari, Komang Edi Setiawan, Luh Pratiwi, Ni Kadek Daepi Anjani, Ni Kadek Dwi Antari, Ni Ketut Fania Saraswati, Ni Komang Alit Kusuma Putri, Ni Komang Suniari, Ni Luh Ade Genis Risty S.D, Ni Made Amba Sukma, Ni Made Krisna Pradnya Sachi Mahayoni, Ni Made Puja Sanjiwani, Ni Putu Acha Sumardani Pratiwi, Ni Putu Eka Oktapiari, Ni Putu Listya Dewi, Ni Putu Widi Anggraeni Pratiwi, Putu Lingga Adi Wahyu, Putu Nathan Sinatrya, Wayan Eka Widiantara, Wayan Sugi Arista Dewi.
Penulis : Redaksi Sonora Bali