: 31 Mar 2022
Sonorabali.com – Setiap 45 Tahun sekali, Desa Adat Ketewel mengelar Karya Agung Panca Walikrama di Pura Payogan Agung.
Kali ini, puncak Karya Agung Panca Walikrama, Ngenteg Linggih, Padudusan Agung, Dan Mapeselang, Di Pura Payogan Agung, Desa Adat Ketewel Jatuh pada Rahina pagerwesi, Buda Kliwon Wuku Sintha Pinanggal 30 Maret 2022.
I Nyoman Widiana selaku Pemangku Gede Pura Payogan Agung mengatakan bahwa pelaksanaan Karya Agung Panca Walikrama merupakan upacara menyucikan dan mengembalikan keharmonisan alam semesta beserta isinya.
“Rahinan puniki sampun ngawit saking rahina 28 Maret puniki, ngawit sane kapertama sampun memargi, tawur, ngewangun karya, pedudusan agung, mapeselang taler panca walikrama lan pedarmaan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Jro Mangku Gede menyampaikan bahwa puncak Karya Panca Walikrama ini, dipuput oleh 6 orang Sulinggih dan diiringi beberapa Tarian Wali. Dalam puncak karya ini juga di hadiri oleh para Pejabat Pemerintahan seperti Gubernur Bali, Wakil Gubernur Bali, dan Bupati dan pejabat lainnya.
“Puncak karya mangkin, kepuput saking 6 Sulinggih. Nah, duaning sampun nike nepek ring rahina Buda Kliwon puniki taler mangeraja, pejabat-pejabat, bapak gubernur, bapak bupati sane rauh ring rahinane sane mangkin,” terangnya.
Selain itu, Jro Mangku Gede juga mengatakan bahwa Karya Agung Panca Walikramadi Pura Payogan tersebut dilaksanakan berdasarkan sastra dresta kuno seperti Raja Purana Pura Payogan Agung.
Menurut Raja Purana, Karya Panca Walikrama sudah dilaksanakan 4 (empat) kali. Pertama kali dilaksanakan pada zaman pemerintahan Ida Dalem Gelgel pada abad ke-15. Kemudian, kedua dilaksanakan oleh Putra Raja Mengwi bernama I Gusti Agung Maruta pada awat abad ke-17. Selanjutnya ketiga, dilaksanakan oleh Putra Ida Dalem Sukawati bernama Ida I Dewa Agung Made Karna pada akhir abad ke-17. Dan yang keempat dilakukan oleh lda l Dewa Agung Made Batuan dari Puri Peliatan pada abad ke-18.
Setelah itu, kisahnya sekitar 200 tahun belum ada melaksanakan Karya Agung Panca Walikrama. Karena itu krama Ketewel sepakat mengadakan upacara dimaksud saat ini.
Menurut isi sastra kuno, diungkapkan bahwa Karya Agung Panca Walikrama menggunakan sarana sejumlah hewan seperti kebo yusmerana, kebo anggrekulan, kebo klutuk sebanyak 16 ekor, godel (anak sapi) sebanyak 6 ekor, bojog selem (monyet hitam) sebanyak 2 ekor, kambing bang, kambing selem, kambing cemangi sebanyak 38 ekor, celeng alas, celeng butuan, menjangan, kidang, bawi, asu bangbungkem, itik, angsa, ayam dan lainnya.
Untuk Pendanaan karya ini, pendanaannya bersumber dari pendapatan usaha desa seperti LPD Desa Adat, BUPDA, hasil bertani pelaba pura serta dana punia.
Pihaknya berharap, dengan diadakannya Karya Agung Panca Walikrama ini dapat menetralisir alam semesta ini, apalagi dengan adanya Pandemi Covid-19. Karya ini bukan hanya mendoakan masyarakat Desa Adat Ketewel, juga mendoakan masyarakat se-Bali, bahkan se-Indonesia. Salah satunya memohon agar pandemi segera lenyap dan dan berakhir.
Penulis : Redaksi Sonora Bali