: 28 Dec 2023
Sonorabali.com – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali, mengelar seminar nasional mengambil tema “Determinasi Hukum Dalam Sirkulasi Perjalanan Bangsa”, pada Minggu (24/12/2023) di Auditorium Widya Sabha.
Dalam seminar nasional ini, mengundang Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) sebagai Keynote Speaker yang hadir secara virtual, kemudian menghadirkan Pembicara I yakni Dr. Suhartoyo, SH,MH sebagai Ketua Makamah Konstitusi RI 2023-2028, Pembicara II adalah Edward Thomas Lamury Hadjon, SH, LL.M dan Pembicara III yakni Feri Amsari, SH,MH,LL.M sebagai Akademisi Dan Direktur Pusat Studi Konstitusi.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjadi Keynote Speaker secara virtual mengatakan konsepsi negara hukum sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi meniscayakan adanya penghormatan terhadap pengakuan normatif dan empirik atas prinsip-prinsip negara hukum. Antara lain supremasi hukum (supremacy of law), persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law), serta asas legalitas yaitu penegakan dan penerapan hukum, yang tidak bertentangan dengan hukum itu sendiri (due process of law).
“Nyatanya merealisasikan gagasan ideal tentang implementasi dan manifestasi negara hukum, ternyata tidak semudah yang kita bayangkan,” ucap Bamsoet.
Bamsoet menekankan penting disadari bahwa hukum tidak beroperasi dalam ruang hampa. Tetapi dipengaruhi oleh beragam dinamika, baik kehidupan sosial, situasi politik, kondisi ekonomi, bahkan lompatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ia menjelaskan, hukum harus adaptif terhadap dinamika zaman dan laju peradaban. Karena bagaimana suatu norma hukum diinterpretasikan dan diterapkan pada hari ini, bisa jadi akan dimaknai berbeda pada 10 atau 20 tahun ke depan. Norma hukum yang dianggap ideal pada hari ini, bisa jadi dipandang memiliki banyak celah di masa depan, sehingga harus disesuaikan, direvisi, atau bahkan diganti.
“Proses pembaharuan hukum dapat dibentuk melalui lahirnya aturan-aturan baru, penerapan yurisprudensi atau penyesuaian terhadap dinamika zaman. Tentu, langkah-langkah ini pada akhirnya bermuara pada upaya untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah terjadinya kevakuman hukum, serta memperlancar proses hukum yang masih terkendala oleh berbagai tantangan dan hambatan,” ujarnya
Bamsoet mencontohkan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 meskipun telah dilakukan empat tahap perubahan terhadap UUD di era Reformasi, ternyata masih menyisakan persoalan-persoalan yang belum ada rujukan konstitusionalnya. Persoalan-persoalan itu antara lain, bagaimanakah langkah konstitusional yang dapat ditempuh seandainya dalam keadaan tertentu muncul keadaan yang luar biasa dan berpotensi mengancam keutuhan bangsa dan negara. Sementara, UUD belum merumuskan dengan jelas untuk mengatasi keadaan itu.
Misalnya menjelang Pemilihan Umum terjadi sesuatu yang di luar dugaan, seperti bencana alam yang dahsyat, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau krisis keuangan yang berkelanjutan dan melumpuhkan perekonomian.
Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum dan bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan presiden, wakil presiden, para anggota MPR, DPR, dan DPD, serta para menteri anggota kabinet telah habis masa jabatannya.
“Masalah-masalah seperti ini belum ada jalan keluar konstitusionalnya. Idealnya, UUD 1945 harus dapat memberikan jalan keluar secara konstitusional untuk mengatasi berbagai persoalan dan kebuntuan ketatanegaraan,” ujarnya.
Sesuai amanat ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar, maka MPR dapat diatribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar.
I Komang Dananta Praptawan selaku moderator yang memandu jalannya sesi Talkshow memberikan beberapa pertanyaan kepada para pembicara terkait eksistensi Mahkamah Konstitusi hari ini.
Dr. Suhartoyo S.H., M.H. selaku Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia periode 2023-2028 menyampaikan bahwa masih ada semangat yang tersisa di Mahkamah Konstitusi saat ini. Oleh sebab itu, penting untuk membangun atau merajut kembali sisa-sisa energi dan kepercayaan yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi kepada masyarakat dan seluruh unsur lainnya.
Terkait saran dan masukan-masukan bagi Mahkamah Konstitusi tentang putusan yang populer belakangan, Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M. berpandangan MK sebagai lembaga yang memiliki semangat romantisme harus terdapat perubahan baru dan internal yang baik serta kader-kader yang baik kedepannya. Edward Thomas Lamury Hadjon, S.H., LL.M. yang juga merupakan pembicara dalam sesi talkshow tersebut menambahkan bahwa tidak perlu ada interfensi terhadap MK dalam pembuatan putusan serta konstitusi kembali kepada marwahnya.
Sementara itu, Vanessa Cecilia Yusmana selaku Koordinator Humas Seminar Nasional BEM FH UNUD 2023 yang menangani Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menanggapi terkait pembahasan pada kegiatan ini.
“Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga yang lahir dari rahim reformasi dan mendapatkan kepercayaan oleh masyarakat. Namun kini MK justru dihadapkan pada agenda besar, yakni masyarakat yang telah kehilangan kepercayaan terhadap MK. Sehingga saya dan teman-teman mahasiswa berharap MK pada hari ini dapat berbenah meraih kembali kepercayaan publik. Sekiranya serangkaian upaya pembenahan serta saran yang telah diberikan dapat direalisasikan agar terwujudnya MK yang menjunjung tinggi integritas dan independensi. Saya juga berharap agar hakim MK dapat melaksanakan fungsi, tugas, dan amanah sesuai konstitusi karena begitu besar harapan rakyat terhadap MK,” tutupnya.
Penulis : Redaksi Sonora Bali