Coke Tour 2.0, CCEP Indonesia Jalin Sinergitas Dengan TPST-3R Seminyak Dan Komunitas Malu Dong Untuk Komitmen Bali Bebas Sampah

 

: 02 Sep 2022

Sonorabali.com – Pariwisata Bali memiliki daya tarik tersendiri di mata wisatawan baik itu mancanegara maupun domestik. Apalagi, Bali dikenal karena memiliki pemandangan alamnya yang indah, kental akan tradisi, adat, dan budayanya serta keunnikan yang dimiliki oleh pulau yang dikenal dengan sebutan Pulau Dewata atau Pulau Seribu Pura.  Namun, keindahan dan semua keistimewaan yang dimiliki tersebut belum lengkap tanpa didukung dengan lingkungan yang bersih dan bebas dari sampah. Maka itu, diperlukan kesadaran untuk membuat Bali terbebas dari limbah sampah, sehingga persoalan sampah tidak mengganggu pariwisata Bali.

Selain itu, Bali sebagai tuan rumah presidensi KTT G20, salah satu poin penting yang harus segera diselesaikan mencakup penanganan dan pengelolaan sampah. Belum maksimalnya pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Suwung, melahirkan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019, dimana penyelesaian persoalan sampah akan dilakukan di sumber (desa). Seluruh desa di Bali didorong untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui pendekatan 3R (reduce, reuse, recycle) yang implementasinya diproses oleh Tempat Pengelolaan Sampah berbasis 3R (TPS-3R).

Kebutuhan untuk mengurangi pemrosesan sampah di TPA akan berhasil jika masyarakat sudah maksimal dalam menerapkan pemilahan sampah mulai dari rumah tangga dengan metode pengurangan penggunaan barang sekali pakai (reduce), pemanfaatan kembali barang yang masih bernilai (reuse), dan pengolahan sampah menjadi produk baru yang bermanfaat (recycle). Namun efektivitas sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini pun jika diamati masih menemui banyak kendala dalam penerapannya terutama perihal aktivitas pemilahan sampah pada sumbernya.

Sisi edukasi dan sosialisasi juga berperan penting dalam tata kelola penanganan sampah. Pengetahuan, perilaku, serta ekspektasi masyarakat terhadap penerapan prinsip 3R harus sudah benar-benar dipahami terlebih dahulu yang dapat dijalankan berbarengan dengan penerapan sistemnya. Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia sebagai salah satu warga usaha yang beroperasi di Provinsi Bali menyadari bahwa sinergi, kolaborasi dan kontribusi merupakan aspek penunjang keberlanjutan usaha (sustainability). Terkait hal tersebut di atas, strategi sustainability CCEP Indonesia di masyarakat (community) antara lain menginvestasikan waktu, keahlian dan sumber daya untuk meningkatkan kualitas hidup dan menumbuhkan itikad baik bersama komunitas melalui inisiatif lokal yang relevan dan selaras dengan berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah.

Sejalan dengan eksekusi dan tindakan nyata yang terus dilakukan, salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam wujud membangun harmonisasi hubungan dan kerjasama positif bersama komunitas antara lain melalui wadah edukasi dan studi lapangan Coke Tour 2.0 di komunitas, yang telah melakukan proses pengelolaan dan penanganan sebagai “Komitmen Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat”. Dimana melakukan Studi lapangan di 2 (Dua) tempat yakni TPST3R Desa Adat Seminyak dan Komunitas Malu Dong Di Denpasar pada, Rabu (31/8/2022).

Corporate Affairs Manager at Coca-Cola Europacific Partners Indonesia- Denpasar, Made Pranata Wibawa Ade Putera mengatakan Coke Tour 2.0 merupakan program engagement bersama komunitas dan pemangku kepentingan sebagai sinergi, dan wadah komunikasi untuk mengembangkan pola pikir dan wawasan dari berbagai narasumber inspiratif. Adapun tujuan dari program ini adalah untuk mendapatkan pertukaran informasi dari berbagai kalangan perihal potensi kolaborasi, kerjasama, dukungan, dan menjadi sarana advokasi kepada para pemangku kepentingan dan membangun kesadaran oleh tiap-tiap individu untuk paham dan bijak bertanggung jawab mengelola sampahnya serta meningkatkan perhatian lebih masyarakat, pemerintah, maupun pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dalam mewujudkan lingkungan yang bersih melalui publikasi media.

“Kami ingin berkolaborasi dan bersinergi bersama pemangku kepentingan terkait lainnya dalam pengelolahan sampah sehingga nantinya mampu terciptanya ekosistem pengelolaan yang efektif dan efisien yang dapat memberikan manfaat lebih bagi masyarakat dalam berbagai hal, terutama sosial ekonomi yang berkelanjutan,” jelas Made Pranata.

Lebih lanjut, disampaikan juga bahwa dalam kegiatan ini, pihaknya ingin memperkenalkan CCEP Indonesia sebagai perusahaan yang memiliki komitmen keberlanjutan terhadap lingkungan dan juga pengembangan komunitas. Salah satunya mendukung Penerapan pengelolaan sampah secara terpadu dengan konsep 3R melalui TPST-3R Di Desa Adat Seminyak dan Kolaborasi dengan Komunitas Malu Dong.

TPST3R Desa Adat Seminyak Berawal dari Bersih-bersih Sederhana Di Pantai Tahun 2003.

Pada tahun 2003, Komang Ruditha H dan tim TPST 3R Desa Adat Seminyak telah memulai program bersih-bersih pantai secara sederhana. Disamping itu, banyaknya sampah warga yang tidak terangkut oleh layanan Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan saat itu, karena yang dilayani hanya jalur utama saja, terkait dengan hal tersebut maka Desa Adat Seminyak membentuk usaha jasa angkutan sampah yang merupakan wujud keseriusan Desa Adat Seminyak dalam mengatasi permasalahan sampah, yang lebih mengedepankan pengelolaan sampah secara terpadu serta konsep 3 R (reduce, reused & recycle), sehingga permasalahan sampah di wilayah Seminyak dapat teratasi dengan lebih baik dan benar dan menguntungkan semua pihak.

“TPST-3R Desa Adat Seminyak ini berdiri di atas lahan seluas 15 are dengan status tanah 3 are milik Desa Adat dan 12 are milik Pemerintah Provinsi Bali, dengan status sewa. Saat ini, TPTS-3R Seminyak telah memiliki 16 truk dan pick-up, 57 karyawan, dan melayani sekitar 1.800 pelanggan termasuk rumah tangga, restaurant, hotel dan villa,” ucapnya.

Lebih lanjut, Koming sapaan akrabnya menyampaikan bahwa TPST-3R ini melayani transportasi langsung berbasis sumber seperti sampah rumah tangga, restaurant, hotel, villa, serta usaha lainnya yang ada di Desa Adat Seminyak dan sekitarnya. Dengan berbasis sumbernya langsung maka pemilahan sesuai jenisnya mudah dilakukan, yaitu sampah organik anorganik. Hal ini bisa mengurangi dampak residu di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Pihaknya mengaku, setiap hari TPST 3R Seminyak mampu mengolah sampah kurang lebih puluhan ton per hari. Total sampah yang dikelola tersebut sebagian besar sampah organik yang lalu diolah menjadi pupuk kompos, sedangkan sampah anorganik dipilah serta dicacah lanjut dijual. “Hasil kompos olahan dijual kembali kepada semua jasa pariwisata yang punya taman di Desa Adat Seminyak. Sedangkan hasil penjualan kompos maupun bank sampah dilakukan guna menutup biaya oprasional TPST 3 R seminyak agar konsisten dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Dan sampah yang tidak bisa dimanfaarkan akan dibuang ke TPA Suwung,” jelasnya.

Koming juga menjelaskan adapun Program Kerja TPST-3R Desa Adat Seminyak yakni, pertama, Pengangkutan Sampah Padat (sampah basah, kering & kebun). TPST-3R Desa Adat Seminyak sudah mulai beroperasi dari akhir tahun 2003 dengan melakukan pengakutan sampah dari sumbernya seperti rumah tangga, warung, art shop, villa, restaurant, hotel dan usaha lainnya yang ada di wilayah Desa Adat Seminyak dan sekitarnya. Kedua, Fasilitas Pemilahan/Pengelolaan (TPST). Sampah yang diangkut dari sumber dibawa ke TPST-3R Desa Adat Seminyak dan dilakukan pemilahan sesuai dengan jenisnya baik itu sampah organik maupun anorganik proses pemilahan ini bisa mengurangi pembuangan sampah residu ke TPA hal ini akan bisa memperpanjang umur TPA. Ketiga, Pembuatan Pupuk Kompos. Dari hasil pemilahan sampah sampah organik khususnya sampah kebun kita olah menjadi kompos dan disalurkan kembali ke panghasil sampah seperti villa, hotel, restaurant atau usaha lainya yang memiliki kebun.

Kemudian, program keempat, Pembuatan Pakan ternak. Hasil pemilahan sampah organik basah seperti sampah dari hotel, restaurant dan warung makan kita kita jadikan pakan dan dibagikan kepada kelompok ternak yang ada di sekitaran TPA Regional SARBAGITA Suwung sebagi bentuk kepedulian sosial dari TPST-3R Desa Adat Seminyak terhadap kelompok ternak khususnya kelompok ternak warga di sekitaran TPA yang terkena dampak dengan keberadaan TPA. Kelima, Program Pembelian Barang Daur Ulang atau Bank Sampah. Program pembelian barang daur ulang atau Bank Sampah bekerjasama dengan kelompok PKK Banjar Adat yang berada di wilayah Desa Adat Seminyak dengan melakukan penimbangan di masing-masing Banjar Adat sebanyak 2 (dua) kali sebulan, program tersebut dapat bejalan dengan baik karena ada sangsi adat berupa denda bagi ibu PKK yang tidak melakukan pemilahan atau penimbangan sampah daur ulang.

Selanjutnya, Keenam adalah Program Pendidikan Lingkungan. Terkait dengan program pendidikan lingkungan dari tahun 2015 kami dari TPST-3R Desa Adat Seminyak bekerjasama dengan Coca-Cola Amatil Indonesia dengan membangun Learning Center di TPST-3R desa Adat Seminyak yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan betapa pentingnya sampah tersebut harus dikelola baik agar tidak mencemari lingkungan khususnya kepada adik-adik kita di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menegah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan berbagi pengalaman dengan teman-teman Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Pengelola TPST yang baru berdiri untuk memotivasi mereka agar lebih peduli lagi dengan lingkungan. Dan program terakhir adalah Beach Clean Up. Program Beach Clean Up mulai dibentuk ditahun 2004 dengan memberdayakan masyarakat adat dengan tujuan untuk menjaga kebersihan Pantai Seminyak mengingat Pantai Seminyak merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata Favorit di Bali sehingga sangat perlu dijaga kebersihan dan keamanan demi kenyaman pengunjung, mulai dari tahun 2007 kita dapat dukungan dari Coca Cola Amatil Indonesia berupa peralatan seperti Traktor, Beach Cleaner Machine (Surf Barber Rake) dan dana operasional.

Selain itu, Koming juga menekankan bahwa TPS 3R Seminyak ini sejak awal fokus dalam pengelolaan sampah dan kebersihan di pantai wisata Seminyak. Begitu juga dalam pengelolaan jasa pelayanan pengangkutan sampah, pengelolaan sampah oraganik serta pengelolaan sampah anorganik, jasa bank sampah, termasuk juga TPST edukasi atau TPST yang menerapkan konsep learning centre.

Sementara itu, untuk Iuran pelanggan di TPST-3R Seminyak, bagi Rumah tangga tanpa usaha sebesar Rp. 60.000,-, kemudian Rumah tangga dengan usaha kecil dikenakan sebesar Rp. 100.000,- s/d Rp. 200.000,-, Usaha kecil menengah sebesar Rp.200.000,- s/d Rp. 500.000,- dan Usaha menengah keatas Rp. 750.000,- s/d Rp. 10.000.000,-. “Biaya operasional kita disini, kita mengeluarkan kurang lebih sebesar Rp. 160.000.000 s/d Rp. 180.000.000 perbulan,” tambahnya.

Untuk diketahui, TPST-3R memiliki perakatan berupa 3 unit mesin pencacah kompos, 2 unit Shovel Loader/alat berat, 2 unit mesin pengayak kompos, 1 unit Mesin pencacah plastik kresek, 1 Unit mesin press, 2 unit timbangan duduk, 1 set komputer +printer. Dan didukung oleh Armada pengangkut berupa 5 Unit truck dump kapasitas 9 m3, 6 Unit truck dump kapasitas 7 m3, 2 Unit L-300 kapasitas 5 m3, 9 Unit truck engkle kapasitas 6 m3, dan 3 Unit motor roda tiga kapasitas 1.5 m3

Koming yang juga memiliki usaha restaurant ini mengaku bahwa kehadiran TPST-3R Seminyak ini tidak hanya dapat dirasakan oleh masyarakat seminyak dan pelaku usaha di empat (4) banjar wilayah Desa Adat Seminyak saja, namun tetangga mereka di lingkungan Banjar Segara, Kuta, turut serta merasakan manfaat positifnya.

(Dok. Beberapa hasil karya dari limbah sampah)

(Dok. Kegiatan Coke Tour 2.0 “Komitmen Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat” bersama jurnalis di TPST-3R Seminyak, Kuta)

Pihaknya berharap untuk kedepan dengan adanya TPST-3R ini wilayah seminyak bisa menjadi Zero Waste. Dan ditekankan bahwa konsep zero waste ini, lebih kepada pengendalian diri kita untuk tidak lagi konsumtif dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. “Kita menjadi lebih sadar terhadap apa yang kita beli dan konsumsi, dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan,” Ucapnya.

Dan ditegaskan juga agar Bali terbebas dari sampah, dirinya mengharapkan TPST-3R bisa dibangun disetiap desa. “Harus adanya komitmen dulu dari desa adat sendiri kalau mengelola lingkungannya, mau menjaga kebersihannya, kalau tidak ada komitmen tidak akan jalan. Jadi, kalau Mau Bali ini bebas sampah, harus ada komitmen,” tegasnya.

“Kita Di Desa Adat Seminyak sudah berkomitmen untuk menjaga wilayah Seminyak bersih dari sampah. Sampai saat ini pengelolaan sampah ini berdiri, kebersihan Seminyak semakin tampak. Kalau daerah pariwisata kotor tidak akan bertahan lama,” kata dia. Dulu di pantai banyak tumpukan sampah. Sekarang ini kalau musim sampah, jarang Seminyak ada sampah. “Karena kami bekerja sama dengan pedagang pantai, hotel untuk berpartisipasi,” tuturnya.

Malu Dong, Buang Sampah Sembarangan 

Hal senada juga diungkapkan oleh Komang Sudiarta, Permasalahan sampah ini bisa teratasi harus adanya komitmen, kepedulian dari diri sendiri dan mental akan budaya malu buang sampah sembarangan.  Komang Sudiarta, 53 tahun, adalah sosok di balik Komunitas Malu Dong. Warga Banjar Tampak Gangsul, Denpasar ini memulai inisiatif untuk memungut sampah di lingkungannya sejak tahun 2009. Waktu itu dia baru selesai bekerja di luar negeri, termasuk Amerika Serikat dan Australia. Ketika kembali ke tanah kelahiran, dia merasa malu melihat banyaknya orang yang membuang sampah sembarangan.

“Bali terkenal sebagai tempat wisata tapi banyak sekali sampah. Harus ada yang turun ke lapangan untuk membersihkannya,” katanya.

Sejak itu, Komang Sudiarta terus memungut sampah dari tiap tempat yang dia kunjungi. Dia selalu membawa bendera Malu Dong yang berisi gambar simbol ekspresi wajah atau emoticon malu. Namun, dia justru mendapat cemoohan sebagian orang pada awalnya. Beberapa warga dan bahkan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang pernah mendukung kemudian pergi.

Selain di lingkungan banjar sendiri, pihaknya juga berkunjung ke sekolah-sekolah di Denpasar. Dia mendatangi sekitar 300 sekolah, dari SD sampai SMA, di ibu kota Provinsi Bali ini. Dengan cara memungut sampah itu, dia tak hanya ingin menunjukkan pada anak-anak muda tentang perlunya membuang sampah pada tempatnya tapi juga menyampaikan pesan kepada pemerintah agar lebih peduli pada pengelolaan sampah. Tak hanya di Wilayah Denpasar, bahkan komunitas Malu Dong juga fokus melakukan aksinya di Desa Songan, Kintamani, Bangli, Objek Wisata Pura Besakih dan titik-titik lainnya.

Komang Sudiarta mengaku komunitas Malu Dong yang tersebar di seluruh Bali, secara rutin mengadakan kegiatan bersih-bersih sampah seperti di kawasan pantai yang dilakukan oleh para volunteer yang kebanyakan adalah anak sekolah dan pemuda-pemudi. Pada skala yang lebih besar, kegiatan Malu Dong tidak hanya sekadar bersih-bersih di tempat-tempat yang banyak terdapat tumpukan sampah. Lebih dari itu, Malu Dong juga memberikan sosialisasi dan edukasi mengenai bahaya sampah dan bagaimana cara mengelola sampah yang benar.

Tidak berhenti di situ, jika diperlukan masyarakat yang disasar bilamana perlu juga dibantu dengan membuat fasilitas pengelolaan sampah itu sendiri. “Seperti di Songan (Kabupaten Bangli) perlu TPS (Tempat Penampungan Sementara), kita buatkan TPS. Seperti contoh yang kita lakukan dari step pertama yang kita lakukan eksekusi, kedua membuat kesepakatan, semuanya kita lakukan dengan tokoh-tokoh dan masyarakat termasuk bupati. Setelah itu bagaimana mereka membuang sampahnya kita harus secepatnya membuat TPS-TPS terpilah, seperti itu yang kita lakukan,” ucapnya.

(Dok IG Malu Dong, Kegiatan Bersih-bersih Di Desa Songan, Bali)

Pada kesempatan ini, Ia pun menuturkan program besar Malu Dong yang pernah dilakukan adalah membersihkan kawasan Pura Lempuyang. Bekerjasama dengan berbagai pihak terutama mahasiswa, dibantu banyak relawan, pihaknya mengambil sampah di tebing-tebing di tiga lokasi pura di Lempuyang, Pura Telaga Mas, Pura Pasar Agung, dan Pura Luhur Lempuyang.

Untuk tahun ini, Komang Sudiarta mengungkapkan bahwa untuk komunitas ‘Malu Dong’ masih mengusung program ‘Segara Gunung’ yakni untuk menyelesaikan persoalan sampah dengan cara mengedukasi, sosialisasi, eksekusi dan memfasilitasi yang melibatkan berbagai unsur masyarakat, dengan fokus utama di daerah hulu (pegunungan) daerah pemukiman hingga hilir (pesisir).

Fakta ini membuat Komunitas Malu Dong percaya adanya kebutuhan mendesak untuk mengubah perilaku masyarakat dalam cara mereka membuang dan mengelola sampah dimulai dari titik hulu aliran air di Bali, yaitu daerah pegunungan. “Masyarakat Bali memiliki keyakinan bahwa kehidupan manusia juga erat hubungannya dengan keberlangsungan hidup semua makhluk, dan air sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu upacara “Nyegara Gunung” yang selalu dilakukan masyarakat Bali, harus menjadi semangat dalam praktek kehidupan sehari-hari saat kita bersama menjaga aliran air mulai dari hulu (pegunungan) hingga hilir (lautan atau segara). Untuk itu, tema ‘Segara Gunung’ masih menjadi program prioritas yang akan kita jalankan,” tegasnya.

Komang Sudiarta, selaku Pendiri Komunitas Malu Dong terus menyuarakan untuk, menanggulangi masalah sampah harus dilakukan bersama-sama, bangun mental dan kesadaran dalam diri serta konsisten sehingga hasilnya akan lebih berdampak bagi kita semua. “Untuk itu kita selalu terbuka untuk mengajak berbagai pihak untuk bekerjasama, seperti kerjasama dengan (CCEP) Indonesia yang selalu ikut membantu kita dalam program edukasi terutama bagi generasi muda, kita sepakat ingin membangun generasi masa depan yang harus dibentuk dari usia dini yang sadar akan pentingnya pengolahan sampah lebih baik,” tegasnya.

(Dok IG Malu Dong, Miniatur Pulau Bali Dari Putung Rokok)

Ada yang menarik dari karya Komunitas Malu Dong ini. Mereka menyuguhkan sebuah miniatur Pulau Bali yang terbuat dari putung rokok. Gunungan putung rokok tersebut adalah hasil yang mereka kumpulkan sejak tahun 2016. Miniatur Pulau Bali dari putung rokok tersebut sengaja ditampilkan untuk menggugah kesadaran pihak-pihak terkait agar lebih peduli dan bertanggung jawab akan limbahnya. “Bentuk-bentuk protesnya saya itu saya tuangkan di mini Pulau Bali itu. Putung rokoknya itu kita ambil hampir di kegiatan kita di seluruh Bali. Setiap kegiatan itu kan harus mengambil putung rokok,” ucapnya.

Tak hanya miniatur Pulau Bali, limbah dari putung rokok ini juga ada yang berbentuk topeng, asbak dan piala.

(Dok. Kegiatan Coke Tour 2.0 “Komitmen Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat” bersama jurnalis di Komunitas Malu Dong)

 

 

Penulis : Redaksi Sonora Bali

Kritik dan Saran

    Copyright © 2018 All Right Reserved